Lidah Kucing Kesukaan Ibu

LK-original   foto diambil dari sini.

Sebenarnya saya tidak yakin menulis sepenggal kisah ini. Kisah yang ada kaitannya dengan almarhumah ibu saya. Saya khawatir tidak dapat menyelesaikan tulisan ini karena tak sanggup membendung air mata  –hal yang selalu terjadi setiap kali saya membuka kembali memori indah saya bersama wanita yang telah mempertaruhkan nyawa saat melahirkan saya. Tapi baiklah, saya akan mencoba mengalahkan keraguan itu.

Saya ingat betul, ibu adalah penyuka kue kering: lidah kucing, nastar, kaastengel, putri salju, sagu keju, dan kawan-kawannya. Tak heran jika kue-kue ringan itu selalu berjajar manis di meja ruang tamu, ruang tengah, atau meja makan, setiap jelang Lebaran. Kue-kue tersebut ditata manis oleh ibu sendiri di toples-toples kecil.

Bahkan, ketika ibu masih muda dulu (zaman-zaman saya masih sekolah), ibu senang bereksperimen di dapur membuat kue-kue kering. Ibu pernah mencoba membuat kaastengel , kue kacang, juga kue yang saya tidak tahu namanya (saya menyebutnya kue kembang karena kue itu dibuat dengan cetakan kembang-kembang), di samping kue-kue lainnya yang tidak terekam dalam ingatan saya.

Walau selalu trial  and error, ibu tidak gusar, tidak putus asa. Dan menurut saya, kue kering buatan ibu lumayan, kok. Tidak mengecewakan. Ya, walau tidak sesempurna kue-kue kering yang dijual di pasaran, tapi untuk ukuran homemade, kue ibu bolehlah.

Saat membuat kue, ibu selalu memberi kesempatan kami, anak-anaknya, untuk terlibat. Seperti mengaduk adonan dengan mixer, mencetak adonan, memasukkan adonan ke oven, apa pun yang bisa kita lakukan. Tapi dasar saya tidak tertarik dengan urusan-urusan dapur, saya cuma sekali dua kali saja membantu beliau. Selebihnya, saya tunggu kue matang. Tugas saya hanya mencicipi kue. Titik.

Kalau tidak sempat membuat kue, ibu “berburu” kue ke toko-toko, atau kadang memesan ke teman atau saudara yang kebetulan berwirausaha kue kecil-kecilan. Begitu kue didapat, ibu dengan suka cita menyusunnya di toples-toples cantik, untuk kemudian ditata semanis mungkin  di atas meja. Dan ketika Lebaran tiba, tamu-tamu berdatangan, kue-kue itu dinikmati bersama-sama dalam suasana hangat dan penuh kegembiraan. Menyenangkan sekali.

Namun qadarullah, sejak tiga tahun terakhir Allah menguji ibu dengan sakit. Ibu harus menjalani hemodialisa dua kali dalam seminggu. Ya Allah, rasanya hancur sekali hati ini melihat ibu yang dulu begitu tangguh tiba-tiba menjadi lemah seperti itu. Namun saya ingat Rasulullah  ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, ketika ibu sakit, urusan kue-kue Lebaran menjadi urusan anak-anak beliau, termasuk saya.  Alhamdulillah sekarang teknologi berkembang kian pesat, sehingga urusan pesan-memesan kue pun tidak lagi harus door to door. Cukup berselancar di berbagai situs,  kita bisa menyeleksi penyedia kue online mana yang kira-kira cocok untuk kita.

Saya dan adik perempuan saya saling mengusulkan kue ini dan itu. Bukan hanya untuk suguhan tamu, namun juga untuk ibu. Daftar kue-kue  yang saya dapat via internet pun saya sodorkan ke ibu. Ibu menyerahkan kepada kami bagaimana baiknya, namun ibu memilih lidah kucing untuk ibu pribadi.

Order selesai, kue pun datang. Subhanallah, ibu begitu menikmati lidah kucing pesanan kami. Saya terharu sekaligus sedih karena ibu menikmati kue kesukaannya dalam kondisi berbeda. Jika dulu sambil ngeteh di ruang makan, sekarang ibu mencicipinya sambil duduk lemah di ranjang. Itu pun kadang disertai rebahan beberapa kali. Subhanallah…

Ketika Lebaran berikutnya, ibu masih menyebut lidah kucing ketika kami tawarkan kue apa yang ibu inginkan. Dan lagi-lagi, saya dibuat terharu menyaksikan ibu menikmati kue kesukaannya dalam kondisi yang lemah.

Lebaran tahun ini, kami tidak memesan lidah kucing. Kami juga tidak terlalu antusias bertukar informasi tentang kue-kue lebaran (meski pada akhirnya kami memesan beberapa). Ibu tercinta telah dipanggil yang Mahakuasa hanya beberapa bulan menjelang hari raya. Tidak ada lagi senyum tulus ibu, seperti saat saya melihat beliau menikmati lidah kucing di atas tempat tidur tahun lalu. Tidak ada lagi sorot mata bahagia wanita cantik penyemangat itu, seperti saya melihatnya dua tahun lalu saat beliau menerima toples lidah kucing yang kami pesan online.

Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran. 

…. and I  will always love you,  Ibu.

(Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Sejuta Kisah Ibu. Jika tulisan ini layak mendapatkan salah satu hadiah, saya persembahkan hadiah tersebut untuk adik perempuan saya yang setia menjaga dan merawat ibu selama sakit).  

 

 

 

 

 

 

 

 

16 thoughts on “Lidah Kucing Kesukaan Ibu

    • sama-sama, mba rosi. GA-nya juga menarik, apalagi temanya tentang ibu 🙂 wah, suka lidah kucing juga to, mba? kalo gitu lebaran tahun depan say aorder lidah kucing buat mba rosi, deh. Eh tapi mba rosi di inggris ya, jauuuh 🙂

      Like

  1. RohmaFAzha05 says:

    saya juga suka kue kering semacam lidah buaya ini mbak.
    Semoga Amal dan ibadah ibundanya mbak.e diterima di-sisi-Nya ya . Amin

    Like

    • Terima kasih, mba.
      Lidah kucing memang enak mbak, tipis-tipis manis gurih gimanaa gitu 🙂
      Salam kenal juga ya mba. Makasih udah mampir ke blog saya.

      Like

    • Xaveee… apa kabar?
      makasih sudi mampir 🙂 Maaf udah bikin nangis 😥
      aku udah intip2 blogmu. tulisanmu dari dulu oke, xav. makin bagus malah. mohon bimbingannya, ya… newbie nih saya :).

      Like

  2. mariska dwi ananda says:

    Mbk dini … Bikin terharu dan mewek…kebetulan setiap lebaran sy selalu sowann.dan diterima hangat oleh ibunda yg memanggil sy kintul ..selalu salut kuenya enak..

    Liked by 1 person

    • Kintuul… makasih udah mampir 🙂
      iya, ibu sering cerita juga tentang dirimu. silaturahim tetep jalan ya, biarpun ibu udah ngga ada. salam sayang buat si kecil yaa…

      Like

    • Mama Liaa… makasih udah nengokin blogku.
      Miss u too… miss your babies, miss semuanya di Jakarta. Salam buat semua yaa… lagi pada liburan ke papi mami kan?

      Like

Leave a comment